Mengapa Muncul Fast Respon? Kapolda-Kapolres Sering Recect, Kapolri Soroti : Laporkan Kesaya, Nanti Ditindaki

Nasional137 Dilihat
banner 970x250

Jakarta, Mengapa sampai muncul kembali Fast Respon ditengah Program Presisi Polisi, menurut Pendiri Fast Respon Nusantara ( FRN) Agus Flores, bahwa salah satu kendala Wartawan se Indonesia adalah Masih Kurangnya Pemahaman Beberapa Kapolda dan Kapolres maupun Kapolsek terhadap tugas Jurnalis, sehingga WhatsApp Atau Telpon Wartawan di Recect Beberapa Kapolda dan Kapolres.

” Saya juga merasakan itu, Kapolda dan Kapolres Recect Ketika saya telpon dan WhatsApp, dan saya tau orang orang itu, ” tegasnya .

Sehingga muncullah sebuah Wadah Berbadan Hukum yang namanya Fast Respon Nusantara digunakan untuk para Pekerja Pers, yang tujuannya melakukan tindakan cepat terhadap pemberitaan kepolisian.

” Saya rasa Kali kedua ini , Kapolri menginstrusikan soal Handphone di Recect ini, jangan sampai Kapolri bosan dengan wartawan FRN mengeluh soal ini,” teganya.

Sedangjan Kapolri Jenderal Drs Listyo Sigit Prabowo,.MSi meminta jajarannya yang menangani aduan ataupun laporan masyarakat lebih informatif. Sigit meminta masyarakat tak di-ghosting.

“Ditelepon, teleponnya di-reject. Ditelepon, diangkat, kitanya marah-marah. Kesan pelapor terhadap kita jadi semakin negatif, jadi kalau bahasa gaulnya itu jangan ghosting,” kata Sigit, seperti dilihat detikcom dalam akun Instagram listyosigitprabowo, Jumat (28/10/2022).

Sigit menekankan soal kesungguhan dalam melayani masyarakat. Dia pun meminta agar penjelasan-penjelasan yang diberikan polisi kepada masyarakat harus transparan dan rasional.

“Menunjukkan kesungguhan dalam memberikan pelayanan, harus bisa dijelaskan secara transparan dan rasional, dan memenuhi logika publik. Ini yang harus rekan-rekan lakukan,” sambung Sigit.

Sigit optimistis masyarakat akan kembali mempercayai Polri jika hal tersebut dilakukan. “Karena dari keempat strategi tersebut, maka yang berkorelasi paling kuat terhadap peningkatan kepercayaan publik adalah procedural justice,” ucap Sigit.

Dia pun menerangkan sikap pelapor yang ingin tahu perkembangan kasusnya adalah sebuah kewajaran. Karena seseorang melaporkan masalahnya kepada polisi dengan harapan ada solusi untuk masalahnya.

“Hal yang wajar kalau kemudian masyarakat menanyakan sampai di mana proses terkait dengan pengaduan ataupun pelaporan. Karena memang masyarakat mengharapkan ada progres, ada langkah-langkah lanjut,” imbuh Sigit.

Mantan Kabareskrim Polri ini lalu membeberkan kecenderungan sikap anggotanya saat menerima banyak laporan, maka akan mendahulukan yang dianggap prioritas.

“Kecenderungan dari rekan-rekan, karena menerima laporan banyak, pengaduan banyak, sehingga kemudian lebih mementingkan yang menjadi prioritas, meninggalkan hal-hal yang mungkin rekan-rekan anggap itu tidak prioritas. Tapi itu penting bagi masyarakat yang melapor,” ungkap dia.

“Akhirnya terjadi sumbatan komunikasi. Rekan-rekan menghindar tidak mau menemui sehingga kemudian kesan publik, kesan pelapor terhadap kita (Polri) jadi semakin negatif,” sambung Sigit.

Sigit kembali menggunakan istilah ghosting. Dia meminta jajarannya merespons dengan baik pertanyaan-pertanyaan publik.

“Jadi kalau bahasa gaulnya itu jangan ghosting, hadapi terkait dengan masalah-masalah yang memang harus dijawab. Prosedur yang saudara lakukan, ini masyarakat harus terinfo,” tutur dia.

Mantan Kadiv Propam Polri ini menjelaskan kewenangan Polri dalam penanganan perkara memang dibatasi undang-undang. Oleh sebab itu, kendala-kendala dalam penanganan laporan harus dikomunikasikan dengan baik oleh pelapor, bukan sebaliknya.

“Karena memang kita dibatasi dengan aturan, dengan undang-undang, sehingga tentunya tidak semuanya bisa kita lakukan. Tapi terkait dengan kesulitan-kesulitan tersebut dikomunikasikan. Sehingga kemudian masyarakat memahami dan mengerti dan kemudian kita bisa saling melengkapi,” pungkas Sigit.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.