Bangkinang – Pemerintah Kabupaten Kampar sudah gerah dengan keberadaan Tambang Galian C ilegal yang menjamur di banyak kecamatan.
Kegerahan itu dapat tergambar dari butir-butir MoU antara Pemkab dan aparat penegak hukum, terutama pada poin keenam. Dalam poin keenam tersebut dinyatakan;
Terhadap pelaku usaha yang tidak memiliki izin akan dilakukan penertiban oleh aparat penegak hukum” bunyi butir Nota Kesepahaman yang dibuat antara Pemkab Kampar dengan Aparat Penegak Hukum pada Agustus 2022 lalu.
Dalam MoU tersebut dijelaskan, hampir seluruh tambang Galian C baik di Kecamatan Tambang maupun di kecamatan lainnya tidak memiliki izin sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
”
Kesimpulan tersebut tertuang dalam poin kedua dari Memorandum of Understanding (MoU) itu. Meski MoU ini telah disepakati sejak 22 Agustus 2022 lalu, namun, hingga kini tindak lanjut dari Nota Kesepahaman tersebut belum terlihat efektif, karena masih ditemukan banyak aktivitas tambang ilegal di lapangan.
Berita acara MoU itu sendiri ditandatangani oleh Penjabat Bupati Kampar, Kamsol, ditandatangani oleh Kapolres Kampar, AKBP Didik Priyo Sambodo SIK, Dandim Letkol Arh Mulyadi SIP, Kepala Kejaksaan Negeri Kampar, Arif Budiman, serta ditandatangani pula oleh Ketua Pengadilan Negeri Bangkinang, I Dewa Gede Budi Asmara.
Menjamurnya Galian C ilegal di Kabupaten Kampar tentu saja berpotensi merusak ekosistem lingkungan. Bahkan keberadaan tambang pasir maupun batu di Daerah Aliran Sungai (DAS) akan memberikan dampak buruk jangka panjang pada ekosistem sumber air.
Keberadaan Galian C ilegal ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara. Kemudian juga melanggar undang-undang lingkungan hidup.
Tidak hanya soal kerusakan alam dan lingkungan, tambang ilegal golongan C ini membuat daerah rugi tidak sedikit. Sebab, kekayaan alam daerah terus dikeruk tanpa berkontribusi menyetor pajak dan retribusi. Padahal, Kabupaten Kampar telah memiliki Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah dari mineral bukan logam dan bebatuan.
Jika merujuk pada pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, dinyatakan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000.
Di pasal 161-nya, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.
*Sumber : Nusaperdana.com*