Diduga Putusan Sita Yang Keliru oleh PN Bitung, PT LBS Mengalami Kerugian

PT LBS merupakan pemilik sah tanah dan bangunan pabrik di Bitung, yang diperoleh melalui proses jual beli yang sah dari PT SIG Asia (SIG) yang dimulai sejak awal tahun 2021"

Berita25 Dilihat

 

BITUNG – Polrifastrespon.com Dalam membuat putusan, lembaga peradilan semestinya mempertimbangkan berbagai aspek yang relevan agar keputusan tersebut mencerminkan keadilan bagi semua pihak. Namun, bagaimana jika sebuah putusan justru dirasa tidak adil dan merugikan pihak yang seharusnya tidak terlibat? Hal inilah yang sedang dialami oleh ratusan pekerja PT. LBS di Bitung, yang terancam kehilangan pekerjaan akibat putusan sita yang dianggap keliru dan tidak berdasar, diduga berasal dari putusan Pengadilan Negeri (PN) Bitung.

PT. LBS merasa dirugikan karena keputusan tersebut tidak hanya salah pihak, tetapi juga salah alamat. Akibatnya, hak-hak para pekerja terancam, termasuk potensi kehilangan pekerjaan yang dinilai melanggar hak asasi manusia.

Kuasa hukum PT. LBS, Retna Seruni, S.H., M.H., dan Ivander Irawan, S.H., menjelaskan kronologi perkara kepada media pada Minggu (26/01/2025). Menurut mereka, PT. LBS adalah pemilik sah tanah dan bangunan pabrik di Bitung yang diperoleh melalui proses jual beli resmi dengan PT. SIG Asia (SIG) sejak awal 2021.

Kuasa Hukum PT. LBS, Retna Seruni, S.H., M.H., dan Ivander Irawan, S.H.
“Saat transaksi dilakukan, tanah tersebut bebas dari sita, jaminan, maupun sengketa. Tanah dan bangunan tersebut telah didaftarkan secara resmi di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bitung, dan sertifikat tanah diterbitkan atas nama PT. LBS. Semua ini telah diakui secara hukum oleh BPN,” jelas Retna Seruni.

Namun, setelah peralihan kepemilikan yang sah, masalah muncul. PT. Bina Nusa Mandiri Pertiwi (BM), sebagai kreditor SIG, secara sepihak menuntut pembayaran piutang kepada SIG karena ketidakmampuan SIG melunasi utangnya.

“PT. BM menganggap aset yang kini dimiliki PT. LBS masih menjadi milik SIG. Tuntutan ini kemudian dialihkan ke PT. LBS, meskipun PT. LBS tidak memiliki hubungan kepemilikan maupun kewajiban apa pun terhadap SIG atau PT. BM,” ungkap Ivander.

Tak hanya itu, PT. BM bahkan menggugat pembatalan transaksi jual beli tanah, bangunan, kendaraan, dan mesin yang telah dibeli secara sah oleh PT. LBS. Padahal, PT. LBS telah menegaskan bahwa aset-aset tersebut telah menjadi miliknya secara hukum dan tidak memiliki kaitan dengan SIG.

Retna menambahkan bahwa dalam gelar perkara di PN Bitung, putusan hukum tetap memenangkan PT. BM meski diduga tanpa bukti yang cukup. Bahkan, PT. LBS dituduh beritikad buruk meskipun telah menyampaikan ratusan halaman bukti yang menunjukkan kepatuhan hukum perusahaan.

“Akibat putusan tersebut, kepemilikan lahan yang telah dibeli secara sah oleh PT. LBS dibatalkan oleh pengadilan,” ungkap Retna.

Kasus ini masih dalam tahap kasasi di Mahkamah Agung. Namun, pada 17 Januari 2025, PN Bitung secara tiba-tiba menetapkan sita atas aset PT. LBS berdasarkan permohonan PT. BM dengan perkara Nomor 8/Pdt. Eks/2022/PN Bit jo Nomor 153/Pdt.G/2021/PN Bit jo Nomor 93/PDT/2022/PT Mnd.

“Yang menjadi kejanggalan, keputusan ini diambil tanpa memperhatikan fakta bahwa kasus ini masih dalam proses hukum di tingkat kasasi di MA. Lebih mencengangkan lagi, sita tersebut ditujukan atas nama SIG, tetapi yang dieksekusi adalah aset milik PT. LBS,” jelas Retna.

Ivander menambahkan bahwa putusan sita ini diduga cacat hukum karena tidak memiliki dasar amar putusan yang jelas. Selain itu, keputusan ini mengancam keberlangsungan hidup ratusan pekerja PT. LBS.

“Hilangnya tempat kerja mereka akan berdampak besar pada mata pencaharian dan kesejahteraan para pekerja beserta keluarganya,” tambah Ivander.

Melihat situasi ini, PT. LBS menyerukan perhatian dari pihak-pihak terkait untuk meninjau kembali putusan tersebut demi keadilan dan perlindungan hak asasi manusia. Sebagai perusahaan yang telah mematuhi semua proses hukum dan memiliki itikad baik dalam menjalankan operasionalnya, PT. LBS berharap Mahkamah Agung dapat memberikan keputusan yang adil, mengembalikan hak-hak perusahaan, serta melindungi para pekerja. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.